SEJARAH TERBENTUKNJA NEGERI PAPERU

I. Asal usul dan sebab-sebab hingga timbulnja negeri paperu
Didalam sejarah kebudayaan, khususnya didalam pembahasan mengenai sejarah Nunusakuisme, telah menggambarkan dan membawa alam pemikiran kita untuk suatu kesimpulan bahwa:
"Asal mula penduduk jang mendiami negeri-negeri atau kampung- kampung di Maluku Tengah, terutama di kepulauan Lease, pada umumnja berasal dari Pulau Seram (Seram Barat) atau lebih tegas lagi, mereka berasal dari daerah Nunusaku".
Nunusaku mempunyai 3 cabang aliran yaitu:
1. Negeri-negeri sepanjang aliran sungai Eti
2. Negeri-negeri sepanjang aliran sungai Tala
3. Negeri-negeri sepanjang aliran sungai Sapalewa.
Dari ketiga aliran ini kemudian terpencar keturunan mereka kemana-mana. Perpindahan orang-orang Nunusaku ke daerah yang lain karena:
1. Daerah atau negeri-negeri lain masih kosong.
2. Hasrat untuk berpindah ketempat jang belum diketahuinya. Jadi dengan kata lain, mereka mencari tempat yang baru untuk memenuhi suatu hidup yang baru.
3. Kebanyakan adalah akibat dari sebab perbantahan atau perselisihan antara kakak beradik atau sesama saudara.
4. Juga disebabkan oleh faktor perkawinan.
5. Dan lain-lain sebab.

Dengan kehadiran mereka ditempat yang baru itu, mereka mulai berusaha untuk mempertahankan hidup mereka. Orang-orang ini kemudian menganggap dirinya sebagai penduduk asli. Kemudian datang pula pendatang-pendatang yang lain dan bersatu dengan mereka serta mulai membentuk suatu persekutuan hidup bersama. Mereka mulai berlajar untuk hidup bermasyarakat dengan mempunyai pemerintahan. Maka dengan demikian daerah yang mereka tempati itu sudah dapat disebut sebuah kampung atau negeri.

II. Pendiri negeri Paperu dan arti nama negeri Paperu

Orang yang mula-mula tiba di negeri Paperu ialah LATUNUSA yang artinya Raja Pulau. Dengan menggunakan sebuah perahu kora-kora, Latunusa datang dari Seram Barat dan mengelilingi pulau-pulau untuk dijadikan tempat tinggal. Setelah Latunusa melihat negeri Paperu yang cocok dihatinya, lalu ia mengatakan setengah berteriak TOUNUSA jang artinya Lihat Pulau atau Tengok Pulau. Dan dia (Latunusa) memetuskan untuk turun dan menetap disitu.

Latunusa turun dan mencari tanah yang baik serta aman untuk dijadikan tempat tinggalnya. Kemudian dipilihnya bagian tanah dipuncak gunung agar dari tempat itu ia dapat melihat keadaan sekitarnya, teristimewa letaknya jauh dari pesisir pantai, jang berarti ia bebas dari serangan musuh. Setibanya digunung, ia lalu menukar namannya menjadi LATUSALISA atau Raja Gunung. Dan kemudian oleh rakyatnya ia disebut Luhukay jang artinya Jang masuk/tiba pagi-pagi/mula-mula, dan keturunannya sampai sekarang memakai nama Luhukay sebagai nama marganya. Dan Latusalisa/Luhukay ini, berkuasa di darat maupun di laut, sebab pada waktu itu semua tanah masih kosong. Jadi daerah kekuasaannya sangat besar, mulai dari jembatan Booi sampai ke Tiouw (gereja Saparua sekarang) dan terus ke labuhan negeri Haria.

Tak lama kemudian tiba pula beberapa orang dari pulau Seram dengan tujuan yang sama pula, yaitu untuk mencari daerah baru. Mereka lain lalu datang dan menetap di Paperu, dan kemudian mereka bergabung dengan raja Latusalisa di gunung. Mereka membentuk suatu persekutuan hidup yang kecil dan mengangkat Latusalisa sebagai raja Latusalisa mereka. Meskipun mereka baru beberapa orang saja, tapi mereka sudah dapat membentuk sebuah negeri dengan nama:
"NUSA KUMBANG SIRI HALIMBANG PATTY"

Sebenarnya nama negeri tersebut Nusa Kumbang, tetapi karena raja Latusalisa kawin dengan putri dari raja Tial jang bernama Siri Halimbang Patty, maka untuk menghormati istrinya Radja Latusalisa menambah nama istrinya dibelakang nama Nusa Kumbang, menjadi Nusa Kumbang Siri Halimbang Patty. Inilah nama Negeri Paperu yang mula-mula, dan oleh penduduk negeri Paperu lazim mereka sebut Negeri Lama.

*Catatan 1: Orang-orang jang datang itu antara lain:
1. Pattipawaey: Datang dari Seram Barat. Dalam perjalanannya, ia mula-mula singgah di Pulau Haruku di negeri Nariu bersama adiknya Pattiwaelapia. Tetapi setelah terjadi perselisihan dengan adiknya itu, maka ia berpisah meninggalkan adiknya. Ia kemudian melanjutkan perjalanannya, dan akhirnya singgah di Tounusa, lalu ia bergabung bersama dengan Latunusa.
2. Mayaut: Datang dari Seram Barat (Manipa), dan singgah di Tounusa, lalu bergabung dengan Latunusa dan Pattipawaey.
3. Tuhepary: Datang dari Seram Barat (Kelang) bersama-sama dengen dua orang saudaranya jang lain, yaitu: Tahapary dan Anakottapary. Mereka lalu singgah di Pulau Nusalaut, negeri Akon. Mereka lalu mendapat 3 buah mata air dan masing-masing menjaga 1 buah mata air. Tetapi Tuhepary tidak merasa pua kemudian ia perpindah lagi dari Nusalaut mencari tempat jang baru. Dengan menupang perahu kora-kora, ia singgah di Tounusa dan berdiam didaerah sekitar perbatasan dengan negeri Booi (dalam goa-goa sekitar Seriu sekarang). Kemudian bergabung dengan Latunusa, Pattipawaey, Mayaut yang sudah ada di gunung.
4. Toisuta: Juga dari Seram Barat (Buano) dan singgah di Tounusa, lalu bergabung dengan ketiga orang bersama Latusalisa.
5. Pelamonia: Juga datang dan turut bergabung dengan mereka diatas yang sudah berada di gunung.


CERAM
TIAL TULEHU ASILULU LAIMU SILA PAPERU HULALIU
PULAU AMBON CERAM NUSALAUT SAPAROEA HARUKU


Di negeri Seti (Seram Barat) ada seorang kapitan jang dikenal dengan gelar Solemata. Ia mempunyai 7 orang anak, 6 orang anak laki-laki dan 1 orang anak perempuan. Pada satu ketika 3 orang anak dari Solemata ini berangkat mencari tempat tinggal yang baru. Mereka lalu memilih 3 buah negeri di Pulau Ambon yaitu di:

1. Tial,
2. Tulehu dan
3. Asilulu.
Tak lama kemudian keempat saudara mereka atau anak dari dari Solemata yang sisa itu, memetuskan untuk mentjari tempat tinggal mereka yang baru seperti apa yang didapat oleh ketiga saudara mereka yang lain itu. Dari Seti mereka turun ke Dihil, kemudian kekuala air Kaba. Dari sana mereka meneruskan perjalanan ke:
4. Laimu.
Mereka belum lagimerasa puas dan masih ingin mengarungi laut lepas. Oleh sebab itu, mereka menyuruh saudara perempuan mereka yang bungsu untuk menetap saja di Laimu. Setelah perjanjian dibuat, ketiga orang itu pergi meninggalkan adik perempuan mereka dengan menumpang sebuah perahu kora-kora. Dalam perjalan mereka terpaksa berpisah lagi dengan saudari laki-laki mereka ang bungsu, jang akan menetap dan tinggal di:
5. Sila (Nusalaut)
Kini hanya tinggal 2 orang saja. Lalu mereka meneruskan perjalanan dan singgah sebentar di labuhan Soino (Tounusa). Di waktu mereka membuka perbekalan mereka untuk makan, ternata hanya tinggal saja 2 bungkus papeda. Oleh sebab itu, mereka lalu memutuskan untuk tinggal saja sisitu, sebab sudah tak ada lagi perbakalan untuk melanjutkan perjalanan selanjutnya. Mereka diterima baik oleh raja Latusalisa dan anak buahnya di gunung, tetapi mereka tidak tinggal bersama-sama di gunung. Dan untuk mengenang nasib mereka, tempat yang mereka diami itu diberi nama:
6. Papeo atau Paperu jang artinya: Papeda
Sejak nama itu diberikan, hingga kini negeri ini biasanya disebut Paperu, nantinya pada waktu diadakan upacara adat negeri, barulah dipergunakan nama yang pertama yaitu Tounusa.
Kedua orang kakak beradik itu, tidak tinggal bersama. Saudara sulung yang bernama Maelissa tinggal di Negeri dan yang lain memilih daerah sekitar Totu sampai Tiouw sekarang. Tetapi berhubung dengan keadaan tanahnya kurang baik, maka ia pindah ke
7. Hulaliu.

• Tjatatan 2: "Sejak kedatangan ke 7 orang di negeri yang baru itu, maka negeri- negeri tersebut mulai menganggap bahwa mereka semuanya terikat pada suatu hubungan persaudaraan jang erat dan tidak dapat dipisahkan lagi. Hubungan persaudaraan ini hingga kini lebih dikenal baik dengan sebutan: PELA."

Tak lama kemudian Hitirissa tiba di Paperu dan ingin menemui raja digunung. Di tengah perjalanan menuju ketempat raja, ia menikam tombaknya ditanah dan bekas tikaman tombaknya itu menimulkan mata air. Setelah ia bertemu dengan raja, ia kemudian melaporkan hal itu kepada raja, dan raja menuruh Pelamonia untuk menjaga air tadi. Oleh sebab itu Pelamonia diberi gelar Pelamonia Waelo yang artinya Penjaga air, sedangkan air itu diberi nama Nyai Rone Bunga Rone. Air ini hingga kini dianggap sebagai air tua.

• Tjatatan 3: "Air tua dan negeri lama dipandang keramat oleh penduduk dan senantiasa dipudja di dalam pelaksanaan upatjara-upatjara adat-adat negeri hingga kini".
Hitirissa kemudian diangkat anak piara dari raja. Sesudah Hitirissa datang ada juga banyak pendatang lagi misalnya: Soukoyta, Sopamena, Pattiselano, dll

Pattiselano keluar dari negeri Halong dengan menggunakan perahu kora-kora. Yang kemudian ia langsung berlajar ke Jawa dan singgah didaerah Tuban. Di Tuban ia berkenalan dengan Sopamena. Setelah bergaul rapat maka keduanya bersepakat untuk berangkat ke Ambon. Ternyata dalam perjalanan mereka tidak lagi singgah di Halong, tetapi melanjutkan perjalanan hingga pada suatu saat mereka singgah di labuhan Paperu, dan kemudian labuhan itu diberi nama: Potalae yang artinya baru singgah. Mereka langsung menghadap raja di gunung, dan kemudian raja menyuruh mereka menjaga labuhan itu. Sopamena yang dibawah oleh Pattiselano itu, adalah Sopamena Selano.

Penduduk-penduduk negeri Paperu yang baru ini, tinggal terpisah-pisah memenuhi hutan, mereka bergaul, kemudian kawin dan berkembang baik, meskipun mereka tidak tinggal bersama raja dan anak buahnya.

Raja mempunyai 3 labuhan yaitu:
1. Labuhan Seriu atau labuhan raja, berbatas dari Tanjung Paperu sampai di jembatan Booi;
2. Labuhan Potalae: (labuhan ini diberi nama oleh Pattiselano dan Sopamena). Potalae artinya baru singgah. Labuhan ini batasnya dari tanjung Paperu sampai di Gereja Saparua.
3. Labuhan Pekori di Haria: Labuhan ini kemudian diberikan kepada Haria dan menjadi Hak Milik Haria, yaitu pada waktu moyang Kongkelu dari Laimu (pela) menyuruh anaknya yang Souhoka mencari saudara laki-lakinya di Paperu. Setelah pertemuan terjadi antara Souhoka dan Latusalisa, maka Souhoka disuruh tinggal di Haria menjaga labuhan Pekori itu.

Lama kelamaan karena orang-orang jang datang sudah bertambah banyak, maka timbul sedikit kekacauan dalam negeri. Hal itu terdengar oleh Kapitan Hulaliu. Ia lalu menyuruh Sopamena ke Paperu untuk menjaga Raja. Ditengah perjalanan Sopamena mencari akal untuk mengetahui ditempat mana raja berada. Sopamena lalu turun ke air dan menikam tombaknya. Tiba-tiba terpencarlah satu mata air yang besar dan airnya jatuh mengaruh ke negeri Lama. Melalui cara inilah Sopamena telah mengetahui tempat tinggal raja pada waktu itu. Dan oleh Sopamena mata air itu diberi nama Hauhola artinya beta belah/beta tikam, kemudian akibat dari pengaruh bahasa (ucapan), maka orang lebih senang menyebut Hauholo yang sebenarnya tidak mempenyai arti apa-apa.

Sopamena yang datang dari Hulaliu itu adalah Sopamena Tupano. Jadi dinegeri Paperu sudah ada 2 turunan Sopamena, yaitu:
1. Sopamena Selano dari Tuban
2. Sopamena Tupano dari Hulaliu.
Sopamena Tupano segera bertemu dengan raja di gunung dan dia berhasil mengamankan suasana. Akhirnya semua penduduk, baik yang sudah menggabungkan diri dengan penduduk digunung sebagai penduduk negeri, maupun yang masih berstatus sebagai pendatan saja. Meskipun sudah ada perdamaian tetapi raja tetap merasa dendam. Oleh sebab itu raja mencari akal untuk mengkurangkan orang-orang itu. Ia merencanakan untuk membunuh semuah orang jang datang sesudah Sopamena, Maelissa, Patteselano dan Soukotta.

Pattiselano segera dipanggil dan mereka menyetujui rencana pembunuhan yang telah disusuh oleh raja. Dan dengan segera Pattiselanno menjalankan politiknya dan taktiknya, yaitu mereka (Pattiselanno) membuat suatu pesta patita yang besar dan harus dihadiri oleh orang-orang itu. Sebelum patita, Pattiselanno telah meletakan parangnya dibawah meja. Sehinggah sementara pesta patita belangsung, Pattiselanno mulai menjalankan tugasnya. Tiba-tiba Pattiselanno berteriak "Kokita". Satu teriakan yang seolah-olah mengandung arti yang sangat besar bagi dirinya dan sebagai suatu dorongan untuk menambah semangat dan keberaniannya dalam menjalankan tugas pembuhunan itu. Hampir semua orang terbunuh sedangkan yang masih berkesempatan untuk lari, semuanya melarikan diri ke negeri lain atau pulau-pulau yang lain. Kini tinggal Pattiselanno dan orang-orang lain jang sudah mendjadi penduduk negeri Paperu. Tetapi akibat dari pembunuhan itu turunan Pattiselanno hampir musnah. Setelah mereka menyadari hal itu dan menyeselesaikan tuntuannya, barulah turunan mereka berkembang.

Keadaan negeri telah aman seperti semula dan rakyatnya menjadi patuh pada peraturan-perarturan raja. Kemudian Sopamena Tupano menjadi anak mas dari raja.

• Tjatatan 4: Lama kelamaan daerah labuhan Potalae hanya sampai di Hauhola yang menjadi batas negeri Paperu.

Struktur keturunan jang memegang perenan dalam negeri Paperu
Pada waktu bangsa Portugis datang, mereka melihat keadaan tanjung Paperu sangat strategis untuk dijadikan kota, apalagi banyak mata airnya. Portugis merencanakan agar tanjung Paperu dijadikan kota sebagai pusat pertahanan mereka. Portugis kemudian menghadiakan 4 buah meriam kepada raja dan penduduk disitua (dan sekarang hanya sisa 1 meriam saja kepunyaan raja Latusalisa/Luhukay yang sudah diturunkan dari gunung sejak 1 oktober 1974 ke negeri, sedangkan 3 lainnya sudah dicuri orang). Hal ini tidak disetujui oleh raja dan anak buahynya. Mereka menggunakan kepercayaan-kepercayaan mereka atau dalam daerah lazim disebut Pakatang (Zwarte Magie). Mereka segera menutup semua mata air dan akibatnya rencana Portugis tidak dapat dilaksanakan. Portugis kemudian meninggalkan Paperu. Sepeninggal Portugis datanglah bangsa Belanda.

Pada waktu bangsa Belanda berkuasa di Maluku, mereka memerintahkan agar semua penduduk yang berada dan berdiam di gunung harus turun dan tinggal di tempat yang datar dan harus berdekatan dengan pantai. Demikian halnya dengan penduduk negeri Paperu.

Belanda memerintahkan agar raja Latusalisa turun menghadap mereka dikapal. Tetapi raja tidak mau karena benci pada penjajah. Raja kemudian menyuruh Hitirissa turun menghadap Belanda menurunkan semua orang berdiam digunung. Untuk membuktikan kepada mereka bahwa Hitirissa telah diberi kekuasaan penuh dar Belanda, maka ia diberikan lilitan rotan dikepalanya serta pakaian dan tongkat kebesaran. Dengan kata lain Hitirissa telah diberikan kekuasaan/dinobatkan oleh pemerintah Belanda selaku seorang raja. Kemudian Hitirissa kembali ke gunung dan segera melaporkan hal tersebut kepada raja Latusalissa, tetapi raja tetap tidak mau turun. Raja Latusalisa kemudian merelakan Hitirissa untuk turun besama rakyatnya. Sedangkan raja Latusalisa sendiri tinggal menjaga negeri lama/gunung sebagai seorang Kapitan bersama dengan Pelamonia Waelo yang tinggal menjaga air tua mereka. Rakyat kemudian turun berangsur-angsur dari gunung. Kemudian Hitirissa mengganti namanya menjadi Lawalata yang artinya pergi/turun ke rata. Dan tempat yang mereka diami itu, adlah Moloul yang artinya permintaan. Meskipun rakyat telah turun dirata dengan rajanya Lawalata, tetapi hak dan kekuasaan raja digunung tetap dijaga. Oleh sebab itu telah ada 2 perintahan yaitu:


A. Pemerintahan digunung dipegang oleh Raja Latusalisa
Kapitan atau raja Latusalisa/Luhukay tetap tinggal digunung. Ia sangat disegana dan dihormati, oleh sebab itu dia dipandang sebagai Kapitan Tua. Sewaktu-waktu apabila terjadi sesuatu hal yang kurang beres diadalam negeri, raja Latusalisa tetap turun tangan. Jadi seolah-olah raja Lawalata hanya merupakan simbol saja. Tetapi dalam hal ini Lawalata mengetahui hak-hak raja Latusalisa, karena Latusalisa yang menyuruhnya menghadap Belanda dan dialah anak yang telah diangkat oleh raja sendiri. Karena negeri telah terbagi menjadi 2, yaitu digunung dan dirata, maka raja Latusalisa menunjuk seorang sebagai Kapitan Muda untuk membantuanya dan juga sekaligus membantu raja Lawalata. Dan sebagai Kapitan Muda dipilih Pattipawaey.

B. Pemerintahan Negeri Paperu dipegang oleh Raja Lawalat
Negeri diperintahi oleh raja Lawalata. Hutan dan negeri digabai atas 2 bagian yaitu:
1. Untuk daerah hutan disebtu: - Hutan bagian muka
- Hutan bagian belakang
2. Untuk daerah negeri disebut: - Titila
- Upalatul
Sebagai penjaga batasan kedua bagian hutan ini ditunjuk 3 orang yang berdiam di Batu Meja Sebilan dekat Hatulo (Hatul). Ketiga organg itu adalah:
- Takakumu
- Takakia
- Takakora
Didalam pemerintahan, raja memilih pembantu-pembantunya, antara lain:
1. Tenuhua: Dia adalah merupakan orang pintar yang diplih menjadi tangan kanan raja dan bertugas sebagai protokol. Tenuhua yang dipilih ialah Pattipawaey, mereka terkenal dengan nama Tenuhuan Puputol. Anak buah mereka ialah: Mayat, Tuhepary dan Toisuta.
2. Soa: Ada 9 buah soa yang dipilih yaitu:
1. Soa Lawalata atau Soa Raja
2. Soa Luhukay
3. Soa Sopamena
4. Soa Kepil
5. Soa Siahanenia
6. Soa Tentua
7. Soa Simalopte

* Catatan: Sebenarnya ada 9 buah soa menurut adat Pata Siwa, tetapi soa yang 4 sampai 7 telah hilang keturunannya kemudian pada saat ini sudah ada soa Parinussa, Maelissa, Mayaut. Masing-masing soa dengan tugasnya tersendiri-sendiri. Sebelum soa Kepil hilang, ia mendapat tihul-tihul atau tempat-tempat yang khusus untuk membuat Sero. Sedangkan batasan tanjung Paperu sampai di Hauhola dijaga oleh kepala-kepala soa yang lain.

3. Marinyo: Marinyo biasanya dapat dipilih susuka raja, jadi tidak menurut keeturunan. Karena itu, seorang manrinyo harus setia dan rajin. Marinyo disuruh menjaga Walo termasuk labuhan Raja. Dalam melayani keperluan raja sehari-hari, raja biasanya memili 4 orang Hakaki dan 4 orang Kuarto.
4. Hakiki: Yaitu orang perempuan yang dipilih dan ditugaskan untuk mencuci pakaian dan membuat makanan raja dan untuk keluarga raja.
5. Kuarto: Yaitu orang laki-lai yang bertugas membantu dan menolong raja membuat sero dan lain-lain keperluan raja, misalnya: memoton kayu, membuat ekbun dan lain.
6. Kewang negeri dll. Selain pembantu-pembantu raja diatas maka kedudukan kewang adalah sangat besar artinya dalam negeri, karena tugas-tugas kewang adalah berhubungan dengan persoalan Kapitan Tua digunung. Negeri Paperu juga terikat pada adat didalam menjalankan adat ini dibagi atas 2 bahagian yaitu

A. Hal-hal yang dijalankan oleh kewang:
Misalnya: cuci air tua, Baelo, sasi-sai labuhan tanaman/pohon-pohon yang berada di hutan. Susunan kewang terdiri dari anak-anak Hurumalessy, yang dibantu oleh beherapa orang lain. Anak-anak Hurumalessy ialah yang mula-mula datang dan menetap digunung. Mereka selalu memegang peranan dalam acara-acara adat diatas.
Susunan anak-anak Hurumalessy sbb:
1. Luhukay - Latusalisa
2. Pelamonia - Waeleo
3. Pattipawaey - Tenuhua - Puputol
4. Mayaut - Tuni
5. Tuhepary- Sela
6. Toisuta - Latu

* Catatan: Kedudukan Baeleo dan adat-adat negeri disesuaikan menurut Patasiwa di Seram Barat. Disamping susunan diatas, maka ada beberapa bagian yang perlu dibicarakan pula yaitu: -

B. Hal-hal yang dijalankan oleh Kapitan.
Kedudukan Kapitan dipegang oleh 2 orang yaitu
1. Kapitan Tua ialah Latusalisa/Luhukay dengan anak buahnya yaitu Pelamonia Waleo
2. Kapitan Muda ialah Tenuhua-Puputol/Pattipawaey dengan anak buahnya yaitu Mayaut, Tuhepary dan Toisuta.
Kapitan dipilih sebagai kepal Kewang dan hingga kini yang menjadi, kepala kewang ialah turunan Latusalisa/Luhukay dan turunan Tenuhua/Puputol/Pattipawaey.

Sebagai satu contoh dalam upacara-upacara adat atau sembayang negeri, biasanya perkataan-perkataan dimulai dengan ucapan:
"Nusa Kumbang Siri Halimbang Patti, Nyai Rone Bunga Rone, Anjing 99, Risal Amane Latusalisa, Pelamonia Waeleo, Pattipawae Tenuhua Puputol, Mayaut Tuni, Tuhepary Sela, Toisutta Latu, dst

7. Raja:
Raja adalah orang yang dipilih dan dinobatkan untuk memerintah dan bertanggung jawab atas sebuah negeri. Dalam hal ini raja bukan dimaksudkan untuk suatu kerajaan, tetapi untuk sebuah negeri. Yang mula-mula memerintah di negerie ialah raja Hitirissa/Lawalata. Dari keturunan ini ada 13 orang yang berkuasa berturut-turut. Kekuasaan raja-jraja tersebut sbb.:
- Raja 1: Hitirissa/Lawalata: Ia memupnyai 3 orang anak yaitu: Malapon, Mairissa dan Khayela (anak perempuan). Sesudah Hitirissa turun takhta, ia digant oleh anaknya.
- Raja 2: Malapon. Sesudah itu ial diganti oleh saudarnya
- Raja 3: Mairissa. Pada waktu pemerintah raja Mairssa, agama Kristen masuk di Lease, yang dibawah oleh orang Porutis tahun 546. Negeri yang pertama menerima agama Kristen ialah negeri Ulath. Seminggu kemudian Portugis ke Paperu dan mereka diterima oleh raja Mairissa. Raja Mairissa kemudian dibaptiskan dengan nama kristennya ialah Matheos, karena Mairissa adalah nama Hindu. Berhubungan dengan keturunan Mairissa semuanya merantau, maka tak ada orang yang menggantikannya. Akhirnya turunan Malapon yang memerintah selanjutnya sampai pada pemerintahan yang 13. Kemudian Mairissa diganti oleh raja keempat.
- Raja 4: Johannis Pieter Anakotta/Lawalata. Raja inilah yang diutus oleh raja Latusalisa dalam perang Iha. Dialah yang menyerahkan tanah Iha kepada rakyat, akibat perang melawan Hatibe Patti (Kapitan Iha)
- Raja 5: Marcus Nusa
- Raja 6: Baztian Tarupia
- Raja 7: Pieter Pattiheu: Raja inilah yang menjual tanah Iha yaitu tanah Mahuputty (diperbatasan Noloth) kepada Haulussy dari Ihamah. Raja ini kemudian diganti oleh raja-raja berikutnya sampai pada raja ynag ke 12.
- Raja 12: Frans Marawael. Pada waktu pemerintahan raja Frans ini, terjadi suatu peristewa lagi yaitu seorang anak yang dipeliharanya membuat uang palsu bertempat di Leang Erwa. Didalam Leang ini banyak sekali terdapat alat-alat pencetak uang, baik batu maupun perak. Hal ini diketahui oleh Belanda. Setelah diadakan penyelidikan, raja Frans dituduh dan ditangkap kemudian dijatuhi hukuman. Juga ditetapkan bahwa keturunan Hitirissa/Lawalata tidak boleh lagi memerintah selanjutnya. Oleh sebab itu ia kemudian digant oleh seorang raja dari lain keturunan. Lebih jelas lagi turunan Malapon tak boleh lagi memerintah.

Paperu dalam hubungannya dengan perang Iha
Pada waktu penjajah Belanda, dapatlah dikatakan bahwa semua raja takluk dibawah kekuasaannya. Hanya di pulau Saparua ada seorang raja dari Iha dengan kapitannya yaitu Hatibe Patti yang sangat ditakuti oleh Belanda, karena kekebalannya. Berkali-kali Belanda menyerang tetapi gagal. Kapitan Hatibe Patti memang seorang kapitan yang sudah terkenal dengan kekebalannya itu. Belanda kemudian mengadakan perundingen dengan semua raja-raja di Lease.

Dalam perundingan itu, semua raja-raja takut untuk berperang melawan Hatibe patti dengan tentaranya. Maka oleh Belanda ditunjuk raja paperu dengan kapitannya Kamlau Taratara atau dengan nama aslinya Sopamena Tupano dari negeri Hulaliu (pela) yang menjadi anak mas dari raja/kapitan Latusalisa. Kapitan Kamlau Taratara ini terkenal juga dengan kekebalannya. Sementara rakyat masih berunding, Belanda datang dan langsung menangkap dan mengikat raja Johannis Pieter Anakota/Lawalata yang pada waktu itu sedang memerintah. Belanda lalu mengeluarkan ultimatum kepada rakyat bahwa bilamana mereka sanggup membawa lidah dari kapitan Hatibe Patti ke kapal, barulah raja dilepaskan. Tetapi bilamana mereka tak sanggup maka raja akan dihukum gantung oleh Belanda.

Raja/kapitan Latusalisa digunung lalu turun tagen, dan ida sanggup memberi pengorbanan. Latusalisa lalu menyerahkan dan melepaskan anka masnya yaitu Kamlau Taratara (Sopamena) untuk memimpin pasukan pergi berperang melawan kapitan Hatibe Patti. Beberapa hari kemudian bertolaklah kapal Belanda dengan pasukan dari Paperu yang berjumlah 999 orang dibawah komando kapitan Kamlau Taratara. Hanya tinggal beberapa orang untuk menjaga negeri Paperu, yaitu raja/kapitan gunung, Latusalisa/Luhukay serta semua anak Hurumalessy.

Kapal yang membawah pasukan Paperu tersebut berlabuh di labuhan Tuhaha (pantai Hataweno). Segera pasukan diturunkan dan mereka lalu mengatur posisi untuk berperang. Belanda tidak turun berperang, tetapi mereka berfungsi seakan-seakan hanya sebagai juri dan hakim saja. Kapitan Kamlau Taratara telah mengetahui politik Belanda, dan ia segera mengerahkan pasukannya untuk bertindak bilamana perlu. Kapitan Kamlau Taratara tidak melakukan penyerangen dengan segera, tetapi ia hanya bermaksud menguju sampai dimana kebalnya kapitan Hatibe Patti itu. Dengan beberapa anak buahnya kapitan Kamlau Taratara maju menjumpai kapitan Hatibe Pattti dan ternyata Kapitan Hatibe Patti telah mengetahui maksud kapitan Kamlau Taratara mereka ditegur dengan suatu suara dan nada yang kasar, tetapi disambut dengan suatu tertawa oleh kapitan Kamlau Taratara. Kemudian mereka mulai mengadu kekebalan masing-masing, misalnya siri pinang diberikan dengan ujung parang, begitu pula makanan. Api terpencar dari parang-parang mereka, dan ternyata kekebalan mereka sepandan. Selesai hal tersebut diatas, peperangen dimulai.
Berkali-kali Kamlau Taratara menyerang, tetapi gagal meskipun banyak sekali pasukan dan anak buah Hatibe Patti yang tewas. Kamlau Taratara kemudian mencari akal merobah siasat perang. Kamlau Taratara berusaha untuk mengetahui dimana letak kelemahan pada anggota tubuh Hatibe Patti dan dimana pula tempat yang bisasa digunakan untuk mandi. Akhirnya Kamlau Taratara mengetahui bahagian leher dari Hatibe Patti yang tidak mempan parang dan tempat maninya disebuah mata air diujung negeri Itawaka, yaitu air Potang-Potang.

Kamlau Taratara memerintahkan anak buahnya untuk mengatur daun sagu desepanjang jalan yang biasa dilalui oleh Hatibe Patti. Mereka kemudian menunggu kedatangan Hatibe Patti dengan tak sabar. Beberapa hari kemudian, saat yang dinantikan tiba, dan pasukan Kamlau Taratara bersembunyi dan bersiap-siap untuk menyergap Hatibe Patti. Hatibe Patti yang tidak mengetahui siasat ini lalu segara meloncat, tetapi malang baginya ia tergelincir dan jatuh. Kesempatan inilah Kamlau Taratra mulai beraksi. Dia meloncat dan memengagal leher Hatibe Patti. Kapitan Hatibe Patti tewas dan lidahnya dipotong. Pasukan Kamlau Taratara segera menyerbu kubu pertahanan tentara Iha dan dengan mudah dapat mengalahkan mereka karena pemimpinnya telah tewas. Dengan tewasnya Hatibe Patti, maka Iha tidak berkuasa lagi, tetapi diganti dengan Belanda.

Dengan demikian berakhirlah perang Iha. Setelah Kapitan Kamlau Taratara menyerahkan lidah dari Hatibe Patti kepada Belanda, maka raja negeri Paperu Johannis Pieter Anakotta/Lawalata dibebaskan dan tanah Mahu dihadiakan kepada Paperu (tanah yang berbatas dari pantai Iha/Postbril sampai dipantai Mahu/kampung Mahu). Kemudian pasukan Kamlau Taratara dan raja Johannis Pieter Anakotta/Lawalata tinggal menjaga negeri/tanah tersebut. Mereka tinggal di Noloth, tetapi jumlah mereka hanya tinggal beberapa orang saja. Mereka tinggal kira-kira 200 tahun lamannya. Pada tahun 1818, sisa penduduk negeri Paperu yang berdiam di Noloth kembali ke negeri Paperu dengan jumlah 82 orang saja. Hanya ada 1 mata rumah yang tidak mau kembali lagi ke Paperu, dan mereka adalah mata rumah Lawalata yang menetap menjadi penduduk negeri Noloth hingga kini.

• Catatan: Cerita diatas tentang mendiami orang Paperu di Noloth, itu dilihat dari fihak Paperu, tetapi fihak Mahu berbeda darinya sekali. Menurut Paperu sisa penduduk negeri Paperu (82) berdiam die Noloth 200 tahun, dan sehabisnya mereka pulang ke Paperu. In heran sekali. Mengapa orang mau tinggal 200 tahun di tanah orang lain hanya untuk menjaga satu tanah. Hal lain yang heran juga, itulah tentang 82 orang yang pulang ke Paperu. Kalau ini benar, mereka berdiam 200 tahun tanpa beranak-anak??

Menurut histori . pada waktu pemerintahkan raja Pieter Pattiheu, raja ini menjual tanah Mahu kepada Haulussy dari Ihamahu. Ini menerangkan beberapa peran antara Ihamahu dan Mahu. Orang Mahu yang sudah berdiam di Mahu mungkin tidak setuju dengan perbuatan raja ini".

Pada waktu kembalinya rakyat Paperu dari negeri Noloth itu, negeri Paperu sedang diperinta oleh raja paulus Latumaelissa. Setelah mereka tiba di Paperu, mereka menamam 4 batang pohon beringin pada ujung-ujung Negeri. Maksud mereka dengan menanam pohon itu ialah agar dapat dijadikan sebagai suatu tanda nisan yang dianggap pamale (tempat bagi negeri) untuk dipuja, dan juga untuk menangkis serangan bahaya dan penyakit yang datang dari luar.

Pada tahun 1823, mulailah diadakan pembagian tanah-tanah dati dan register dusun, yang dibuat oleh raja Paulus Latumaelissa dengan juru tulisnya yaitu: Isak Pattiselanno. Penduduk asli banyak kehilangan tanah-tanah datinya, berhubung mereka tidak mau memasukan semua dusun didalam register negeri. Sebab mereka tahu pasti pajaknya akan bertambah besar bila banyak dusun yang dimasukkan ke dalam register. Akhirnya raja mengabil tindakan kebijaksanaan yaitu memeberikan sisa tanah dan dusun yang tak ada diregister, kepada orang-organg yang belum mempunyai tanah atau dusun. Oleh sebab itu, Pattiselanno banyak sekali mendapat tanah bagian sebab dia adalah juru tulis yang membantu raja dalam pemerintahan. Raja Paulus Latumaelissa ini, kemudian diganti oleh putranya yaitu: Isak Latumaelissa, tetapi ia difitnah oleh rakyat dan akthirnya ia turun tahkta.

Rakyat kemudian menuntut agar pemerintahan dipegang oleh salah seorang dari keturunan raja Mairissa yang dulu yaitu seorang guru kepala yang sementara berdiam di negeri Sameth (Haruku) yaitu Johannis Latumaerissa. (poetiray/guruh sekolah di Paperu). Sesudah ia diganti oleh putranya yang bernama Manuel Latumaaerissa. Sesudah itu raja Manuel diganti oleh putranya yng bernama Elisa Latumaerissa. Raja Elisa ini dalam pemerintahannya, ia bersama beberapa anak negeri sendiri dituduh oleh pemerintah, bahwa mereka turut membantu tentara RMS yang memang pada waktu itu sedang beroperasi disemua pelosok daerah Maluku, terutama di daerah Maluku Tengah. Oleh sebat itu, mereka ditangkap dan diasingkan ke pembuangan di Pulau Jawa.

Maka untuk sementara waktu, pemerintahan diatur oleh wakil pemerintah negerie yaitu: Jacob Sopamena, dan karena belum ada orang dari keturunan raja yang dapat menaiki tahkta pemerintahan maka pada tahun 1965, atas bantuan dan kerjasama antara rakyat dengan beberapa tokoh masyarakat asal negeri Paperu, maka terpilihlah seorang raja dari keturunan raja Latusalisa/Luhukay yaitu: raja Justus Luhukay, ia mati tenggelam dengan kapal Tampung Mas, dalam bulan Januar , tahun 1981. Hingga kini pemerintah negeri Paperu dipegang oleh D. Pattipawae, wakil pemerintah.
oleh: Kireks 

2 komentar:

  1. Bu Kireks tulisan ini tolong dikoreksi sumbernya....!!!! Supaya tidak salah....karena bisa bias secara akademik dan hukum. Penulis asli Johannis.F.J Paatipawae (Tillburg, Holland) disadur oleh ; Justus.P. Pattipawae & Mike.J. Rolobessy (2006)

    BalasHapus