SEJUTA POTENSI LAUT ARAFURU

Potensi laut Indonesia masih belum sepenuhnya termanfaatkan secara optimal. Padahal jika mau digali secara benar serta pemanfaatannya memperhatikan masalah lingkungan, diyakini akan mampu membuat masyarakat, khususnya yang tinggal di kawasan pesisir menjadi lebih sejahtera. Salah satu kawasan laut yang memiliki sumberdaya ikan cukup potensial adalah perairan laut Arafura. Beragam jenis udang penaeid dan jenis ikan demersal tersedia disana. Tak heran, banyak perusahaan perikanan yang berpangkalan di Sorong dan Ambon melakukan perluasan penangkapan ikannya ke daerah ini (Merauke, Tual, Benjina dan Bitung).

Sebenarnya, usaha penangkapan udang di perairan ini berlangsung sejak 1970. Tahun 1984 tingkat pengusahaan udang menunjukan kecenderungan yang tinggi. Tak pelak, kawasan perairan laut Arafura mampu memberikan kontribusi sekitar 30% dari total ekspor Indonesia setiap tahunnya. Bahkan tahun 2001 nilai potensi tangkap lestari mencapai 43 ribu ton udang dan 200 ribu ikan demersal. Dengan dukungan kapal pukat yang beroperasi sekitar 1000 kapal saat ini, tidak mustahil hasil penagkapan ikan desemersal dan udang bisa melampaui angka 300 ribu ton per tahun.

Tak hanya itu, kekayaan sumberdaya ikan strategis yang melimpah seperti udang, tuna/cakalang, cumi-cumi, ikan demersal dan karang serta bola-bola, ternyata telah banyak me-ngundang minat armada penangkapan ikan dari luar kawasan ini. Bahkan kapal tangkap dari negara-negara sekitar berbondong-bondong ikut beroperasi di wilayah ini.

Kekayaan Ekologi Air

Potensi ikan dan udang yang begitu besar yang di perairan ini, tidak lepas dari pengaruh ekologi perairan laut Arafura. Sebagaimana diketahui perairan laut ini merupakan perairan dangkal dengan kedalaman tidak kurang dari 100 meter. Karakteristik lingkungan sangat beragam, pasalnya dipengaruhi oleh struktur pantai dan terrestrial serta massa air laut dari perairan sekitarnya. Apalagi terdapat dua bentuk sirkulasi yang mendominasi sistem arus yaitu:

Sistem arus yang dikendalikan oleh angin muson dan amplitude yang menyebabkan pasang surutyang besar. Pada periode musim Barat, arus dan angin bergerak dari arah barat dengan kekuatan sekitar 4 beafort. Arus angin permukaan yang dibangkitkan oleh angin Barat menekan massa air ke arah pantai, kemudian bergerak ke tenggara menyusuri garis pantai mulai dari muara Sungai Mimika.

Sistem arus global (arus lintas Indonesia) terutama yang menentukan pola sirkulasi yang arahnya dari samudra Pasifik ke samudra Hindia. Belum lagi di beberapa area dekat pantai, pengaruh desakan massa air dari laut Banda yang mendorong pembentukan lapisan massa air bersalinitas relatif tinggi pada kedalaman mulai dari 15 meter. Pola ini diperkuat dengan pengaruh pasang yang sangat kuat. Selain itu, masuknya air tawar dari daratan dan arus musiman juga mempengaruhi lingkungan perairan pantai. Sehingga memungkinkan terjadinya percampuran antara massa air dengan laut Banda dan samudera Pasifik bagian selatan.

Sumberdaya ikan dan udang yang melimpah di perairan Arafura lantaran ketersediaan rantai makanan yang melimpah secara alami. Di sana ada dua bentuk basis rantai makanan yang berupa: Basis plankton: arah tingkatan trofik yang merupakan plankton-ikan kecil yakni untuk makanan ikan de mersal/pelagis. Basis detritus: arah tingkatan trofik yaitu organisme pemakan detirtus-sedenter/udang-ikan demersal.

Kedua rantai makanan ini sangat berkaitan dengan distri busi plankton yang menentukan kesuburan nutrient dan ketersediaan hutan bakau sebagai sumber primer detritus. Disribusi horizontal plankton sangat erat dengan proses per campuran massa air laut dan air tawar sebagai pembawa nutrient. Pada umumnya, di sebelah selatan Papua terdapat periran yang dipengaruhi oleh hutan mangrove, misalnya teluk Bintuni dan sebelah selatan Timika – Merauke dan ada lagi perairan yang dipengaruhi oleh gugus koral dan terumbu karang seperti di selat Sele dan sebelah selatan Kaimana.

Beragam Jenis Dan sebaran Sumberdaya

Berdasarkan hasil riset dan penelitian yang dilakukan Ba-lai Riset Perikanan Laut tahun 2006 berhasil menemukan 228 spesies mewakili 101 famili yang tergolong dalam 10 ke-lompok sumberdaya diantaranya ikan hiu (Shark), ikan pari (Rays), ikan pelagis, ikan demersal, cumi-cumi (Cephalopoda), udang, kepiting, kekerangan (Shell) dan beberapa biota invertebrate. Kelompok ikan demersal merupakan hasil tangkapan paling banyak yang mencapai 58.89 %, kemudian disusul ikan pelagis 11.36 %, kepiting 9,88, udang 7,80 % dan lainnya kurang dari 4 persen.

Kelompok ikan demersal yang tertangkap terdiri dari 135 spesies yang tergolong dalam 61 famili. Hasil tangkapan tersebut didominasi famili ikan petek (Leiognathidae) yang mencapai 19,57% terutama jenis Leiognathidae bindus, kemudian famili ikan tiga waja (Scaidae) sekitar 11.41% terutama jenis Otolithes rubber.

Sedangkan tangkapan kelompok ikan krutase terdiri dari udang (shrimp) dan kepiting (crab). Jenis udang yang tertangkap terdapat 19 species yang mewakli 7 famili dan tangkapan yang tertinggi famili udang Peneidai yang mencapai 86.23 %. Dimana jumlah terbanyak adalah jenis udang Metapenaopsis sp dan Tranchipenaeus asper. Pada kelompok sumber daya kepiting yang ditangkap terdiri dari 11 spesies urutan penangkapan tertinggi yang mencapai 93,35 %.

Armada Dan Atat Tangkap

Perkembangan armada penangkapan dari tahun ke tahun menunjukan peningkatan yang berbeda menurut jenis alat dan ukuran. Sebagian besar armada yang beroperasi disana adalah perahu tanpa motor, motor tempel dan kapal skala industri. Sementara kapal motor didominasi oleh armada yang berukuran 5 gross ton.

Sebagian besar industri perikanan menggunakan alat tangkap yang berupa pukat udang dan pukat ikan. Pada periode setelah tahun 2000 jumlah armada pukat udang cenderung menurun. Namun ukuran rata-rata kapal mengalami peningkatan dari 128 GT pada tahun 1992 menjadi 139 pada tahun 2006. Berbeda dengan jumlah armada ikan yang cenderung meningkat dan bertahan pada kisaran 750 armada pada tahun 2006.

Periode tahun 1992 – 2004 armada secara terus-menerus bertambah, tetapi mengalami penurunan kembali pada periode 2004 – 2006. Pasalnya, adanya pendaftaran ulang bagi kapal-kapal tersebut dan berakhirnya hubungan bilateral arrangement antara Indonesia, Filipina dan Thailand pada tahun 2005 dan 2006.

Namun demikian, kenyataan di lapangan saat ini, kondisi Sumberdaya Ikan (SDI) di laut Arafura cenderung menunjukkan gejala penangkapan berlebih (over fishing). Kondisi inilah yang melatarbelakangi dilaksanakannya Kegiatan Forum Arafura pada tang-gal 7 Juni 2007 lalu, bertempat di Hotel Bidakara. Secara spesifik Forum Arafura menggambarkan kondisi SDI di perairan Arafura adalah sebagai berikut: laju penangkapan ikan demersal di wilayah-wilayah utama mengalami penurunan terutama di wilayah Digul dan Aru, indeks biodiversitas mengalami penu¬runan terutama di Perairan Digul, jenis ikan demersal bernilai ekonomis tinggi di area paparan (shelf) mengalami penurunan, dan SDI pelagis dan demersal di area sepanjang tubir (slope) dengan yang sebagian besar merupakan kawasan “untrawlable” belum dimanfaatkan secara optimal.

Berkaitan dengan kondisi tersebut, Forum Arafura memberikan beberapa alternatif dalam pengelolaan perikanan di laut Arafura, antara lain: (1) penataan Jalur/zona penangkapan; (2) tidak dikeluarkan (penataan) izin penangkapan baru (status quo) untuk sementara waktu; (3) proteksi area “trawlable” dibeberapa perairan pantai yang secara ekologis kualitasnya telah menurun atau diketahui sebagai “nursery ground” melalui pemasangan terum-bu/rumah ikan buatan atau pun close-open season; (4) pengem-bangan alat tangkap rawai dasar, bubu, dan set net, sebagai alat tangkap “low energy input fishing technology” untuk mengekploitasi sumberdaya di sekitar slope, reefs dan ridge; dan (5) pemberdayaan nelayan lokal (perikanan rakyat) melalui peningkatan infrastruktur dan kelembagaan.
sumber :Majalah Demersal 2007
by: Jong Papasoka

0 komentar:

Posting Komentar